Medan | medansumutpos.id
Ketua Gerakan Indonesia Anti Korupsi Nusantara Jaya (GIAK-NJ) Sumatera Utara, Rinno Hadinata menilai pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari terkait status caleg terpilih jelang Pilkada 2024 menabrak konstitusi dan tertib hukum tata negara.
Hasyim menyebut caleg terpilih yang mencalonkan diri pada Pilkada 2024 tak berkewajiban untuk melepas kursi dewan yang ia raih untuk periode 2024-2029. Hasyim juga tak mempermasalahkan jika mereka dilantik menyusul setelah kalah dalam Pilkada 2024.
Kalau sampai caleg terpilih Pemilu DPR dan DPD 2024 bisa dilantik menyusul karena alasan maju pilkada, maka hal itu inkonstitusional karena telah merusak prinsip kebersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945, “terang rinno kepada awak media,
senin (13/05/2024).
Hal itu juga bisa melanggar hak warga negara atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945,”
pelantikan susulan lagi caleg terpilih yang maju Pilkada 2024 adalah perbuatan yang jelas-jelas merupakan pembangkangan atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024.tutur Rinno Cucu pejuang kemerdekaan Republik indonesia pertempuran medan area.
berdasarkan pertimbangan putusan tersebut, KPU diminta mempersyaratkan caleg terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan, bahwa ia bersedia mundur “jika telah dilantik secara resmi” menjadi anggota dewan.Pelantikan susulan bagi yang maju pilkada adalah bentuk akal-akalan untuk memuluskan kepentingan segelintir orang,”ujar rinno.
Jadwal agenda pelantikan sudah diagendakan secara tertulis di dalam lampiran Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024. pemungutan suara Pilkada 2024 berlangsung pada 27 November 2024.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3), pelantikan/pengucapan sumpah/janji anggota dewan dilakukan secara bersama-sama”.
Namun demikian, UU MD3 juga membuka opsi bahwa anggota dewan yang “berhalangan” hadir pelantikan secara bersama-sama, mengucapkan janji/sumpah secara terpisah.
Rinno menegaskan hal tersebut tidak dapat dijadikan dalih bagi caleg terpilih mengamankan kursinya dengan tidak dilantik agar tetap dapat maju dipilkada.
Berhalangan itu jelas bukan karena menunda pelantikan karena maju pilkada. Berhalangan menurut KBBI adalah ada rintangan sehingga suatu rencana tidak terlaksana. Sedangkan maju pilkada bukanlah rintangan pelantikan sehingga harus disusulkan sebab sudah aturan yang jelas soal itu, esensi pemilu serentak ada pada keserentakan tahapan pemilu, termasuk untuk pelantikan anggota DPR, DPD, dan DPRD sesuai akhir masa jabatannya masing-masing, ” tutur rinno.
Kalau kemudian pelantikan dilakukan tidak serentak dan bisa disusulkan karena kepentingan maju pilkada bukan karena alasan darurat atau luar biasa, maka jelas itu merupakan pelanggaran berat atas konsep keserentakan pemilu.
Pemungutan suara susulan saja ada kriterianya dan itu semua menyangkut hal-hal darurat atau luar biasa, tentu untuk pelantikan juga berlaku logika dan argumentasi yang sama, jadi jangan ngawur, taat konstitusi saja” tegas rinno pria berdarah ternate jawa ini. (Red/R)